Mengunjungi Kota Payakumbuh rasanya belum lengkap,kalau belum mengunjungi dan menikmati keindahan Lembah Harau yang tidak jauh dari kota. Lembah Harau dengan pemandangan alam yang sangat indah memang menjadi tujuan wisata utama di Kabupaten Limapuluh Kota. Selain dinding dinding patahan kerak bumi yang tegak gagah perkasa disana juga bisa dijumpai dua air terrjun yang sangat tinggi yakni Sarasah Bunta dan Sarasah Murai meski sebenarnya nggak dua air terjun itu saja yang ada di Limapuluh Kota, misalnya Sarasah Sialang, Lubuk Bulan, Sarasah Barasok Air Terjun 7 tingkat dan masih banyak lagi. Atau kita juga bisa menikmati Mini Amazone atau Ambung Baboy di Situjuh yang nggak kalah indahnya. Di Harau, pemandangan sawah yang luas menghijau atau menguning diantara dinding batu batu yang tegak setinggi lebih seratus meter memberikan keindahan yang luar biasa. Air Terjun Sarasah Murai di Lembah Harau merupakan air terjun tertinggi nomer 4 di Indonesia. Meski tidak terlalu deras airnya dan kalau musim kemarau hanya dinding basah saja tanpa ada air mengalir tetapi keindahannya tidak perlu diragukan lagi
Konon, menurut ceritera tambo yang turun temurun dari nenek moyang kita dahulu, Lembah Harau dahuluuuuuuuuuuu kala merupakan lautan atau samodera, dan rasanya bener juga ceritera tambo itu karena berdsarkan survey team geologi Jerman sekitar tahun 1980 memang bebatuan yang menyusun dinding perbukitan di Harau terdiri dari jenis batu breksi dan konglomerat yang biasanya terdapat di dasar laut. Karena proses pengangkatan maka akan muncul di daratan malah kadang di daerah pegunungan atau dataran tinggi. Kembali ke ceritera tambo tadi yha.... Jadi dahulu kala Lembah Harau merupakan lautan. Konon pada waktu itu Raja Hindustan di India sana dalam rangka pertunangan puterinya yang bernama Puteri Sari Banilai dengan seorang pemuda Hindustan bernama Bujang Juaro ( kok nama orang orang Hindustan sama dengan nama nama orang Minang yha? Lha namanya juga tambo atau ceritera legenda yha nggak apalah ). Jadi raja Hindustan tadi bersama keluarganya berlayar sebagai tanda syukur pertunangan puterinya. Sebelum berangkat berlayar Putri Sari Banilau bersumpah kalau dia ingkar janji maka akan berubah menjadi batu dan Bujang Juaro juga bersumpah kalau ingkar janji akan berubah menjadi ular.
Namun sayang pada saat berlayar kapal terhadang badai dan gelombang tinggi dan terdampar di sebuah selat. Selat ini yang dinamakan Lembah Harau. Kapal itu tersekat akar dan melintang diataa dua buah bukit dan rusak. Agar tidak karam maka kapal diikat dan ditambatkan menggunakan akar akar pada sebuah bukit. Bukit ini yang sekarang dinamakan Bukit Jambu dan batu tempat mengikat kapal dinamakan Batu Tambatan Perahu........ Kapal yang tedampar ternyata rusak parah dan tidak bisa dipakai lagi buat berlayar. Untungnya Raja Harau pada saat itu menyambut kedatangan Raja Hindustan dan karena hubungan yang baik Raja Harau ingin menikahkan Putri dari Hindustan dengan puteranya yang bernama Rambun Paneh. Putri Sari Banilai lupa akan sumpah yang sudah terucap sebelum mereka berlayar.
Akhirnya menikahlah Putri Sari Banilai dari Hindustan dengan Rambun Paneh putra sang raja Harau dan mereka hidup bahagia dan melahirkan seorang putera. Pada suatu hari Raja Hindustan membuatkan mainan untuk cucunya dan sewaktu bermain main, mainan itu jatuh ke laut yang membuat cucu Raja Hindustan menangis meraung raung. Putri Sari Banilai tanpa berfikir panjang langsung nyebur ke laut untuk mengambil mainan tersebut. Tiba tiba datang badai dan gelombang besar dan sang Putri Hindustan terlempar oleh gelombang dan terjepit diantara dua buah batu di Harau. Dia sadar dan teringat akan sumpahnya bahwa dia telah ingkar janji dengan tunangannya Bujang Juaro. Ia berdoa dan jika ia berbuat kesalahan ia rela dimakan oleh sumpahnya... maka secara perlahan lahan sang puteri berubah menjadi batu .......
0 comments:
Post a Comment